EraNusantara – Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) mendesak agar polemik Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kepelabuhanan diselesaikan melalui jalur administratif, bukan langsung melalui proses hukum. ABUPI memandang PNBP sebagai kewajiban fiskal yang seharusnya ditangani secara administratif.
Ketua Umum ABUPI, Liana Trisnawati, menegaskan bahwa PNBP adalah bagian integral dari sistem pendapatan negara yang fondasinya kokoh dalam peraturan perundang-undangan serta perjanjian kerja sama antara pemerintah dan badan usaha pelabuhan. "Asalkan perhitungan dilakukan sesuai regulasi, perjanjian yang sah, dan disetor secara transparan, kewajiban ini bersifat administratif. Perbedaan perhitungan atau keterlambatan seharusnya diselesaikan melalui komunikasi dan klarifikasi administratif," jelas Liana, Minggu (19/10/2025).

ABUPI menekankan perlunya sinergi yang kuat antara lembaga negara, aparat penegak hukum, dan pelaku usaha pelabuhan. Tujuannya adalah menghindari tumpang tindih antara ranah administrasi fiskal dan penegakan hukum. Pendekatan yang harmonis diyakini akan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mendukung optimalisasi pendapatan negara, dibandingkan dengan terlalu sering menempuh jalur hukum.
Dalam konteks wilayah khusus seperti Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) di Batam, Bintan, dan Sabang, ABUPI berpendapat bahwa tata kelola pelabuhan seharusnya berpedoman pada Peraturan Kepala Badan Pengusahaan (BP). Kewenangan BP adalah pelimpahan dari kementerian teknis terkait. Sinkronisasi dan kejelasan kewenangan antar instansi menjadi krusial agar pengelolaan kawasan selaras dengan kebijakan nasional di bidang pelayaran dan kepelabuhanan.
"ABUPI melihat isu PNBP ini tidak terlepas dari konteks operasional dan keselamatan pelayaran. Semangat kami adalah menjaga keseimbangan antara kepatuhan hukum, efisiensi usaha, dan keselamatan maritim," tutup Liana.
Editor: Rockdisc