EraNusantara – Target pertumbuhan ekonomi 8% di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terancam! Ancamannya bukan dari luar negeri saja, melainkan dari dalam negeri sendiri, tepatnya dari serbuan impor yang tak terkendali. Sripeni Inten Cahyani, Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), mengungkapkan kekhawatirannya akan dampak buruk impor yang membanjiri pasar domestik. Ia menekankan pentingnya perlindungan industri nasional, khususnya sektor strategis seperti kimia dan petrokimia, sebagai kunci keberhasilan target tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menurut Sripeni, tak lepas dari kontribusi sektor industri hulu-hilir yang kuat dan mandiri. Industri yang sehat akan menopang daya beli masyarakat, sebaliknya, industri yang mati akan berdampak pada PHK massal dan penurunan daya beli. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan jangka pendek untuk melindungi industri yang sudah ada agar mampu bertahan dan berkembang. Sripeni bahkan menyoroti betapa mirisnya nasib industri tekstil Indonesia yang nyaris mati akibat impor tak terkendali, padahal Indonesia punya potensi besar di sektor ini.

"Industri yang sudah berjalan malah dimatikan, sementara yang baru malah diberi karpet merah," ungkap Sripeni, menegaskan perlunya keseimbangan antara mendorong industri baru dan melindungi industri yang sudah ada. Ia mendesak pemerintah untuk lebih tegas dalam mengontrol impor, termasuk impor melalui jalur tidak resmi dan praktik dumping yang merugikan industri dalam negeri.
Langkah menaikkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk POY-DTY dinilai Sripeni sebagai langkah tepat. Namun, kebijakan ini perlu segera diimplementasikan dan diiringi dengan langkah-langkah konkret lainnya. Sripeni juga menekankan pentingnya upgrade teknologi di industri eksisting agar lebih efisien dan ramah lingkungan, sehingga daya saing global meningkat.
Lebih lanjut, Sripeni menyoroti pentingnya kolaborasi antar kementerian. Dukungan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam pengendalian impor ilegal dan penerapan instrumen perlindungan seperti safeguard dan antidumping perlu dibarengi dengan kebijakan tegas dan koordinasi lintas kementerian. Hanya dengan sinergi yang kuat, industri nasional dapat bertahan, tumbuh, dan bersaing di pasar global. Keberhasilan ini akan berdampak positif pada proyek-proyek industri seperti pabrik petrokimia dan kilang yang akan beralih dari tahap perencanaan ke tahap komersial, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi defisit neraca perdagangan. Pemerintah juga didorong untuk menarik investor baru yang dapat memperkuat rantai nilai industri nasional, khususnya di sektor hilirisasi.
Intinya, melindungi industri lokal bukan hanya soal melindungi perusahaan, tetapi juga soal melindungi masa depan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya.
Editor: Rockdisc