EraNusantara – Siapa sangka, di tengah gejolak ekonomi global, produk-produk dari Jawa Tengah justru menjadi primadona di pasar internasional? Dari tekstil hingga produk kulit, daya tariknya mampu memikat banyak negara. Pertumbuhan ekspor Jawa Tengah yang mencapai 7,5% (YoY) pada periode Januari-April 2025, bahkan melampaui pertumbuhan ekspor nasional yang hanya 6,7%. Keberhasilan ini membuktikan Jawa Tengah bukan sekadar pusat industri padat karya, melainkan juga mesin penggerak utama ekspor Indonesia.
Rini Satriani, Market Intelligence & Leads Management Chief Specialist Indonesia Eximbank, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ini menunjukkan fondasi industri Jawa Tengah yang kuat dan adaptif. Dengan strategi tepat, Jawa Tengah berpotensi besar menjadi lokomotif ekspor nasional dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global yang semakin kompetitif.

Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi tulang punggung ekspor Jawa Tengah, menyumbang 43,8% terhadap total ekspor TPT nasional. Bersama furnitur dan produk kulit, ketiga sektor ini menguasai 46,6% total ekspor Jawa Tengah, membuktikan kekuatan industri kreatif dan manufaktur berbasis kerajinan yang menjadi ciri khas daerah ini.
Data menunjukkan konsentrasi ekspor Jawa Tengah pada sepuluh komoditas utama, seperti pakaian dan aksesori, alas kaki, kayu dan produk kayu, serta barang dari kulit samak. Meskipun korporasi besar mendominasi, kontribusi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap signifikan, terutama pada sektor kayu, furnitur, dan produk kulit.
Namun, tantangan tetap ada. Sebanyak 73,8% ekspor Jawa Tengah terkonsentrasi pada sepuluh negara utama, dengan Amerika Serikat (AS) dan Jepang menjadi pasar terbesar. Ketergantungan ini membuat Jawa Tengah rentan terhadap gejolak global, seperti perang dagang AS-Tiongkok dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Peluang tetap terbuka. Produk dengan sensitivitas politik rendah, seperti tekstil non-fashion, produk kemasan ramah lingkungan, dan barang seni, dinilai menjanjikan. Dalam jangka pendek, pasar AS masih dapat dioptimalkan, terutama untuk kertas kemasan dan furnitur. Jangka panjang, diversifikasi pasar ke Asia Tengah, Eropa, dan Korea Selatan menjadi kunci, memanfaatkan perjanjian dagang bilateral dan multilateral.
Waspada terhadap eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah juga penting, mengingat potensi gangguan distribusi dan logistik. Persaingan dengan produk sejenis dari China di sektor TPT juga perlu diantisipasi dengan transformasi menuju produksi bersertifikasi ESG untuk meningkatkan daya saing.
Kesimpulannya, keberhasilan Jawa Tengah dalam ekspor menunjukkan potensi besar Indonesia. Namun, strategi diversifikasi pasar dan antisipasi terhadap tantangan global tetap krusial untuk keberlanjutan kesuksesan ini.
Editor: Rockdisc