EraNusantara – Setelah bernegosiasi selama hampir satu dekade, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya berada di ujung perjanjian dagang komprehensif mereka, Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto, baru-baru ini mengumumkan kabar gembira ini dari Belgia. Proses yang panjang dan melelahkan, melibatkan 19 putaran negosiasi intensif, akhirnya menunjukkan titik terang. Namun, apa yang sebenarnya menyebabkan negosiasi ini memakan waktu selama 9 tahun?
Airlangga menjelaskan kompleksitas materi perjanjian sebagai faktor utama. Bukan hanya substansi perjanjian yang sangat luas dan rinci, tetapi juga dibutuhkan persetujuan dari 27 negara anggota Uni Eropa. Mencapai konsensus di antara negara-negara dengan kepentingan dan regulasi yang beragam tentu bukan perkara mudah. Bayangkan saja, mencari titik temu di antara 27 negara dengan berbagai kepentingan dan regulasi yang berbeda, itu membutuhkan waktu dan usaha yang luar biasa.

"Ini memakan waktu panjang karena materinya kompleks dan komprehensif, dan mencari titik temu dengan 27 negara di Eropa bukanlah hal sederhana," ungkap Airlangga dalam konferensi pers daring. Namun, ia menambahkan, semua isu krusial telah diselesaikan dan kedua belah pihak siap memasuki tahap akhir.
Tahap selanjutnya meliputi penyelesaian detail materi perjanjian dan penyusunan aturan hukum pendukung. Proses ratifikasi pun akan segera dimulai, memerlukan persetujuan dari parlemen di Indonesia dan 27 negara anggota Uni Eropa. Meskipun proses ini masih membutuhkan waktu, Airlangga optimistis bahwa IEU-CEPA akan segera terwujud dan membawa dampak positif bagi perekonomian kedua pihak. Kesepakatan ini menandai babak baru kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Uni Eropa, membuka peluang pasar yang lebih luas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Editor: Rockdisc