EraNusantara – Rencana pemerintah mengenakan pajak penghasilan (PPh) final 0,5% bagi penjual online telah menuai beragam reaksi. Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) justru memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan ini. Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo, Suryadi Sasmita, menyatakan bahwa pengenaan PPh final 0,5% melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan bisnis digital dengan tarif ringan dan mekanisme pembayaran sederhana melalui marketplace. Menurutnya, di era digitalisasi dan Coretax, transparansi data akan meningkat, sehingga pemerintah dapat menjangkau pelaku usaha yang belum patuh pajak.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI pun memberikan klarifikasi terkait rencana tersebut. DJP menegaskan bahwa kebijakan ini bukan pengenaan pajak baru, melainkan pergeseran mekanisme pembayaran PPh dari pedagang online ke marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan administrasi bagi pedagang, meningkatkan kepatuhan, dan menciptakan keadilan perpajakan antar pelaku usaha. Pedagang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap dibebaskan dari PPh.

Lebih lanjut, DJP menjelaskan bahwa kebijakan ini juga bertujuan memperkuat pengawasan aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy. Dengan melibatkan marketplace, diharapkan kepatuhan perpajakan meningkat dan kontribusi pajak mencerminkan kapasitas usaha secara nyata. Saat ini, peraturan tersebut masih dalam tahap finalisasi dan akan diumumkan secara transparan setelah resmi ditetapkan. Proses penyusunannya pun telah melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri e-commerce. Respon sejauh ini menunjukkan dukungan terhadap upaya pemerintah menciptakan tata kelola pajak yang lebih adil dan efisien. Apakah kebijakan ini benar-benar menguntungkan atau justru merugikan para pelaku usaha online? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Editor: Rockdisc