EraNusantara – Pemerintah Indonesia dikabarkan akan mengimpor sejumlah komoditas pangan dalam jumlah besar tahun ini. Langkah ini tentu menimbulkan pertanyaan besar di tengah upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan dalam negeri. Apa yang sebenarnya terjadi?
Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional, Indra Wijayanto, memberikan penjelasan terkait rencana impor tersebut. Ia menegaskan bahwa impor beras tahun ini hanya diperuntukkan bagi industri pengolahan, bukan untuk konsumsi masyarakat. "Impor beras konsumsi tidak ada. Alokasi impor hanya untuk beras industri," tegas Indra kepada eranusantara.co, Selasa (15/4/2025).

Jumlah beras industri yang akan diimpor mencapai 400 ribu ton. Beras jenis pecah ini akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung beras dan produk olahan lainnya. Selain beras, pemerintah juga berencana mengimpor gula konsumsi sebanyak 200 ribu ton dalam bentuk gula kristal mentah (GKM). Impor gula ini, menurut Indra, dibebankan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan untuk memperkuat cadangan pangan nasional.
Namun, rencana impor tak hanya berhenti di beras dan gula. Data yang diperoleh eranusantara.co menunjukkan daftar komoditas pangan lain yang akan diimpor meliputi: daging sapi konsumsi (180.000 ton), penugasan BUMN untuk daging sapi (100.000 ton), penugasan BUMN untuk daging kerbau (200.000 ton), dan bawang putih (550.000 ton). Alokasi impor ini telah tercantum dalam Neraca Komoditas (NK).
Keputusan pemerintah untuk mengimpor komoditas pangan dalam jumlah signifikan ini tentu memicu berbagai spekulasi. Apakah ini menandakan adanya kekurangan produksi dalam negeri? Ataukah ada faktor lain yang melatarbelakangi kebijakan ini? Pertanyaan-pertanyaan ini masih perlu dikaji lebih lanjut untuk memahami konteks kebijakan impor pangan yang diambil pemerintah. Yang jelas, langkah ini akan berdampak signifikan terhadap pasar pangan domestik dan perlu dipantau dengan cermat.
Editor: Rockdisc