EraNusantara – Bank Pembangunan Asia (ADB) baru saja membuat gebrakan besar dalam upaya mengatasi krisis pangan global. Mereka mengumumkan peningkatan pendanaan signifikan untuk program ketahanan pangan dan gizi di kawasan Asia Pasifik, mencapai angka fantastis US$ 40 miliar atau setara Rp 656 triliun (kurs Rp 16.400)! Kenaikan ini merupakan tambahan US$ 26 miliar dari komitmen sebelumnya. Apa saja yang akan dilakukan dengan dana raksasa ini?
Inisiatif ambisius ini mencakup seluruh rantai pasokan pangan, mulai dari hulu hingga hilir. Dari pertanian dan pengolahan hingga distribusi dan konsumsi, semuanya akan mendapatkan suntikan dana dan dukungan kebijakan. Tujuannya mulia: membantu negara-negara di Asia Pasifik menghasilkan makanan yang beragam dan bergizi, menciptakan lapangan kerja, mengurangi dampak lingkungan, dan membangun rantai pasokan pertanian yang tangguh.

Presiden ADB, Masato Kanda, menjelaskan bahwa bencana alam seperti kekeringan, banjir, dan panas ekstrem semakin mengancam produksi pertanian dan ketahanan pangan. Pendanaan tambahan ini, menurutnya, akan menjadi kunci untuk mengurangi kelaparan, memperbaiki pola makan, dan melindungi lingkungan. Lebih dari itu, program ini akan menciptakan peluang ekonomi bagi petani dan pelaku agribisnis.
"Hal ini akan mendorong perubahan di seluruh rantai nilai makanan," tegas Kanda, menekankan transformasi yang akan terjadi mulai dari metode penanaman dan pengolahan hingga distribusi dan konsumsi makanan.
Komitmen ADB ini sebenarnya merupakan peningkatan dari rencana awal pada September 2022 yang bernilai US$ 14 miliar. Hingga akhir 2024, ADB telah menyalurkan US$ 11 miliar (80% dari alokasi awal), dengan tambahan US$ 3,3 miliar yang diproyeksikan untuk 2025. Pendanaan baru senilai US$ 26 miliar ini terdiri dari US$ 18,5 miliar untuk dukungan langsung kepada pemerintah dan US$ 7,5 miliar untuk investasi sektor swasta. ADB menargetkan kontribusi sektor swasta mencapai lebih dari 27% dari total program pada 2030, menunjukkan kepercayaan besar pada peran sektor swasta dalam transformasi sistem pangan.
Program ini juga akan fokus pada modernisasi rantai nilai pertanian untuk meningkatkan akses makanan sehat dan terjangkau bagi masyarakat rentan. Investasi dalam peningkatan kualitas tanah dan pelestarian keanekaragaman hayati juga menjadi prioritas, mengingat ancaman perubahan iklim dan polusi. Penggunaan teknologi digital dan analitik pun akan dimaksimalkan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik bagi petani, pelaku agrobisnis, dan pembuat kebijakan. Ini semua dilakukan karena lebih dari separuh penduduk dunia yang kekurangan gizi tinggal di negara-negara berkembang di Asia.
Dengan angka yang sangat besar ini, ADB berharap dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi masalah ketahanan pangan di Asia Pasifik dan berkontribusi pada upaya global dalam memerangi kelaparan.
Editor: Rockdisc