EraNusantara – Ketegangan antara Amerika Serikat dan China kembali memanas, kali ini berimbas pada raksasa teknologi Nvidia. Pemerintah China menuding Nvidia melanggar undang-undang antimonopoli, terkait akuisisi Mellanox Technologies pada 2020. Akibatnya, China memblokir pembelian chip canggih buatan Nvidia, membuat CEO Jensen Huang kecewa berat.
Tuduhan monopoli ini muncul di tengah perundingan dagang AS-China, membuat spekulasi mengenai motif politik di baliknya semakin kuat. Huang secara terbuka mengungkapkan kekecewaannya, terutama setelah mengetahui perintah pemerintah China kepada perusahaan teknologi besar seperti ByteDance dan Alibaba untuk menghentikan pembelian chip RTX Pro 6000D. Ia menyatakan, "Kami hanya dapat melayani pasar jika negara menginginkannya. Saya kecewa dengan apa yang saya lihat," ujarnya kepada CNBC.

Huang menduga pemblokiran ini merupakan bagian dari strategi negosiasi China dengan AS. "Mereka punya agenda yang lebih besar untuk diselesaikan antara China dan Amerika Serikat, dan saya memahaminya," jelasnya. Sebagai konsekuensi, Nvidia telah menginstruksikan tim keuangannya untuk tidak memasukkan pasar China dalam proyeksi keuangan perusahaan ke depan.
Situasi ini semakin rumit mengingat AS sebelumnya telah membatasi ekspor chip AI Nvidia ke China karena alasan keamanan nasional. Meskipun ada kesepakatan antara Presiden Trump dan Huang terkait lisensi ekspor, China justru membuka penyelidikan antimonopoli terhadap Nvidia.
Bagi Nvidia, pasar China sangat vital. "Pasar China sangatlah penting, luas, industri teknologinya dinamis. Kami telah melayaninya selama 30 tahun," tegas Huang. Ia menambahkan bahwa Nvidia akan tetap mendukung pemerintah dan perusahaan China, sekaligus berkomitmen mendukung kebijakan AS. Perkembangan ini tentu menjadi sorotan tajam bagi dunia teknologi global, mengingatkan kita pada kompleksitas geopolitik yang mempengaruhi bisnis internasional.
Editor: Rockdisc