EraNusantara – Isu mengenai praktik mafia dalam jual beli slot atau jam penerbangan menggemparkan industri penerbangan nasional. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan tegas membantah tudingan tersebut. Bantahan ini muncul sebagai respons atas kecurigaan adanya oknum yang memperjualbelikan slot penerbangan favorit kepada maskapai tertentu.
Lukman F. Laisa, Dirjen Hubud Kemenhub, menjelaskan bahwa setiap maskapai memiliki kebebasan untuk memilih slot waktu penerbangan yang diinginkan. Pemilihan ini akan disesuaikan dengan ketersediaan slot di bandara. "Tidak ada mafia slot. Slot itu tergantung airline mau pilih yang mana, terserah dia. Dia mau pilih jam berapa, terserah dia. Tapi biasanya pertimbangan itu market, rotasi pesawat, sama adanya slot di bandara," ujarnya dalam sebuah media briefing di Jakarta Pusat.

Menurut Lukman, pihak bandara akan segera menginformasikan kepada maskapai jika terdapat slot penerbangan yang kosong. Dengan demikian, maskapai dapat mempertimbangkan dan memutuskan apakah akan mengambil slot tersebut atau tidak.
Regulasi terkait slot penerbangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2025. Aturan ini menyebutkan bahwa jika maskapai tidak memanfaatkan slot penerbangan yang telah diberikan selama dua minggu berturut-turut, slot tersebut akan ditarik kembali oleh Kementerian Perhubungan. "Bahkan sampai dengan 3 bulan ini, mulai Mei, Juni, Juli sudah 651 slot kita cabut, tidak digunakan. Jadi kita langsung ambil sekarang," tegas Lukman. Meskipun demikian, maskapai yang membutuhkan tambahan slot waktu penerbangan dapat mengajukan permohonan kepada Kementerian Perhubungan. "Jadi ketika ada usul, baru kita kasih," imbuhnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, mengungkapkan kecurigaannya terkait tidak adanya layanan Garuda Indonesia dan Citilink pada jam-jam tertentu yang dianggap favorit. Ia menduga bahwa penerbangan pada jam-jam tersebut justru didominasi oleh maskapai swasta. "Kemudian saya ada sedikit curiga ketika saya naik penerbangan di jam-jam tertentu, favorit kenapa ya Garuda nggak ada, kenapa Citilink nggak ada, kenapa maskapai swasta. Kemudian saya ngobrol sama temen Komisi V katanya jam penerbangan itu diperjualbelikan, betul pak?" tanya Mufti. Bahkan, beredar kabar bahwa transaksi jual beli jam penerbangan tersebut mencapai nilai miliaran rupiah. Mufti meminta manajemen Garuda Indonesia untuk memberikan penjelasan agar dapat ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pun angkat bicara terkait isu ini. Maskapai BUMN tersebut menilai bahwa anggapan tersebut muncul karena tingginya ekspektasi masyarakat terhadap Garuda Indonesia. Direktur Niaga Garuda Indonesia, Reza Aulia Hakim, menjelaskan bahwa pengurangan frekuensi penerbangan Garuda Indonesia ke rute tertentu menjadi penyebab utama persepsi tersebut. "Mungkin dengan berkurangnya jumlah pesawat yang mungkin sebelumnya kita terbang ke suatu destinasi secara frekuensinya cukup banyak dan saat ini dengan keterbatasan armada sehingga secara frekuensi berkurang. Nah ini yang mungkin menyebabkan persepsi dari masyarakat bahwasannya kenapa Garuda tidak hadir di prime time," jelasnya. Saat dikonfirmasi mengenai keberadaan mafia, Reza tidak memberikan jawaban yang tegas. Ia hanya menyatakan bahwa pengajuan slot rute penerbangan yang diajukan oleh Garuda Indonesia kepada Kementerian Perhubungan mendapat dukungan yang baik dari otoritas terkait.
Editor: Rockdisc